Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara
alamiah, bersifat mudah begerak (mobile), bersama antara 90o -110o C dan
berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung
bagian atas. (F.F. Grounts, 1947: Turner & Verhogen, 1960: H.
Williams, 1962)
Berdasarkan pengertian tentang magma di atas, dapat ditafsirkan bahwa
secara kimia fisika, magma adalah system berkomponen ganda (multi
component system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengandung
didalamnya sebagai komponen utama, disamping fase gas pada keaadaan
tertentu.
Bunsen (1951) berpendapat bahwa ada 2 jenis magma primer, yaitu Basaltis
dan Granitis, dan batuan beku adalah merupakan hasil campuran dari 2
magma ini yang kemudian mempunyai komponen lain.
Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli (primer) adalah bersifat basa
yang selanjutnya akan mengalami proses differensiasi menjadi magma
bersifat lain. Magma basa bersifat encer (viskositas rendah), kandungan
unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas tinggi, sedangkan magma asam
sebaliknya.
1. Proses Pembentukan Magma
Para ahli
geologi dan vulkanologi bahwa panas bumi berasal dari proses
“pembusukan” mineral radioaktif. Pada unsur radioaktif yang terkandung
pada suatu mineral, pada saat unsur tersebut meluruh (desintegration)
menjadi unsur radioaktif yang susunannya lebih stabil, akan mengeluarkan
sejumlah bahan (tenaga) panas yang mampu melelehkan batuan
disekitarnya.
Secara teoritik, zat radioaktif akan semakin berkurang, pada kedalaman
yang semakin besar. Dari pemahaman seperti ini pula maka lahir beberapa
istilah yang berhubungan dengan suhu dan kedalaman. Landaian panas bumi
normal (geothermal gardien) adalah istilah yang menerangkan bertambah
besarnya suhu apabila kita susun hingga kedalaman tertentu, yakni
sekitar 3oC/100 m. Sedangkan besarnya derajat geothermal normal
(geothermal degree) adalah 1o C/33 m – 1o C/45 m. Variasi derajat
geothermal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; kondisi
batuan, proses hidrokimia batuan, kerja air tanah, kerja air permukaan
dan konsentrasi mineral radioaktif. Secara teoritis semakin kearah inti
bumi, derajat geothermal akan mencapai 193.600o C sehingga unsur-unsur
di dalam selubung dan inti bumi berada dalam keaadaan cair.
Syarat-syarat yang dibutuhkakan bagi suatu proses pembentukan magma (Ringwood, 1975) adalah:
a. Bahan kerak dimana lelehan bahan kerak (magma anateknik) apabila
sempurna akan membentuk magma sintaksis, jika prosesnya tidak sempurna
akan membentuk neoformis saja.
b. Bahan selubung dimana dalam laporan ini terdapat basalt peridotit dengan perbandingan 1 : 3.
Pembentukan magma, sebetulnya adalah sebuah rangakaian proses yang rumit
meliputi proses pemisahan (differentation), pencampuran (assimilation)
anateksis (peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar).
Sementara, komposisi magma ditentukan oleh komposisi bahan yang meleleh,
derajat fraksinasi dan jumlah pengotoran dalam magma oleh batuan
samping (parent rock).
- Diferensiasi Magma yaitu proses dimana magma yang homogen terpisah dalam fraksi-fraksi komposisi yang berbeda-beda.
- Asimilasi;
evolusi magma juga dipengaruhi oleh batuan sekitarnya (wall-rock).
Magma dalam temperatur tinggi, sewaktu kristal-kristal mulai terbentuk
maka panas ini akan menjalar dan melarutkan batuan-batuan sekitarnya.
Sehingga mempengaruhi komposisi magma tersebut. Hal ini sering terjadi
terutama pada magma plutonik.
- Proses
Pencampuran Magma; dua batuan yang berbeda, terutama batuan vulkanik
dan batuan intrusi dangkal dapat juga dihasilkan oleh campuran dari
sebagian kristalisasi magma.
Rittmann
(1967) berpendapat bahwa ada 2 kerabat suite magma yaitu kerabat
simatik (simatic suite) dan kerabat sialik (sialic suite). Berasal
samudera adalah hasil I ”juvenil” yang berasal dari primary magma shell.
Nieuwenkamps
(1968) mengatakan bahwa pada tahapan kedua perkembangan bumi, bahan
selubung atas dan kerak telah mengalami suatu kesetimbangan geokimia
yang dinamik, sehingga berasal samudera yang telah terpisah dari
selubung atas bumi bukan merupakan bahan juvenil dari bakal bumi (proto
earth), tapi berasal dari lapisan sima. Demikian pula dengan dataran
tinggi (plateau basalt), sedangkan pluton granitic dan kerabat kapur
alkali (calc alkali suite) berasal dari bahan kerak sialek. Teori ini
dikenal dengan Neohuttoniansism Theory.
Geongeaud
& Lettok (1960) mengatakan bahwa magma benua umumnya bersifat bebas
(independent), sedangkan magma basaltic berasal dari selubung atas
bumi. Magma asam atau magma Riolitik diduga berasal dari kerak Sialik.
2. Evolusi Magma
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut:
a. Hibridisasi = pembentukan magma baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis.
b. Sintesis = pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan gamping.
c. Anateksis = proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar.
Sehingga
dari akibat-akibat proses tersebut magma selanjutnya mengalami
perubahan daya kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga
menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi.
Gambar Skematik proses differensiasi magma pada fase magmatik cair
Proses-proses differensiasi magma (keterangan untuk Gambar 7) meliputi:
1. Vesiculation, Magma yang mengandung unsur-unsur volatile seperti air
(H2O), Karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2), Sulfur (S) dan
Klorin (Cl). Pada saat magma naik kepermukaan bumi, unsur-unsur ini
membentuk gelombang gas, seperti buih pada air soda. Gelombang (buih)
cenderung naik dan membawa serta unsur-unsur yang lebih volatile seperti
Sodium dan Potasium.
2. Diffusion, Pada proses ini terjadi pertukaran material dari magma
dengan material dari batuan yang mengelilingi reservoir magma, dengan
proses yang sangat lambat. Proses diffusi tidak seselektif proses-proses
mekanisme differensiasi magma yang lain. Walaupun demikian, proses
diffusi dapat menjadi sama efektifnya, jika magma diaduk oleh suatu
pencaran (convection) dan disirkulasi dekat dinding dimana magma dapat
kehilangan beberapa unsurnya dan mendapatkan unsur yang lain dari
dinding reservoar.
3. Flotation, Kristal-kristal ringan yang mengandung Sodium dan Potasium
cenderung untuk memperkaya magma yang terletak pada bagian atas
reservoar dengan unsur-unsur Sodium dan Potasium.
4. Gravitational Settling, Mineral-mineral berat yang mengandung
Kalsium, Magnesium dan Besi, cenderung memperkaya resevoir magma yang
terletak disebelah bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses
ini mungkin menghasilkan kristal badan bijih dalam bentuk perlapisan.
Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat
seperti mineral-mineral silikat dan lapisan diatasnya diperkaya dengan
mineral-mineral Silikat yang lebih ringan.
5. Assimilation of Wall Rock, Selama emplacement magma, batu yang jatuh
dari dinding reservoir akan bergabung dengan magma. Batuan ini bereaksi
dengan magma atau secara sempurna terlarut dalam magma, sehingga merubah
komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan Sodium, Potasium dan
Silikon, magma akan berubah menjadu komposisi granitik. Jika batuan
dinding kaya akan Kalsium, Magnesium dan Besi, magma akan berubah
menjadi berkomposisi Gabroik.
6. Thick Horizontal Sill, Secara umum bentuk ini memperlihatkan proses
differensiasi magmatik asli yang membeku karena kontak dengan dinding
reservoir. Jika bagian sebelah dalam memebeku, terjadi Crystal Settling
dan menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih berat
terletak pada lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan.
7. Fragsinasi, Proses pemisahan Kristal-kristal dari larutan magma,
karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau Kristal-kristal
mengubah perkembang. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi
terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok
dan tiba-tiba.
8. Liquid Immisbility, Ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah
akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membelah membentuk
bahan yang heterogen.
Source : AlphaZero
Editor : Ahmad Zaman Huri