29.12.13

Geofisika dan Metode Metodenya

GEOFISIKA

Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi menggunakan kaidah atau prinsip-prinsip fisika. Di dalamnya termasuk juga meteorologi, elektrisitas atmosferis dan fisika ionosfer. Penelitian geofisika untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan bumi melibatkan pengukuran di atas permukaan bumi dari parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh batuan di dalam bumi. Dari pengukuran ini dapat ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan kondisi di bawah permukaan bumi baik itu secara vertikal maupun horisontal.
Bumi sebagai tempat tinggal manusia secara alami menyediakan sumber daya alam yang berlimpah. Kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, sehingga kita sebagai generasi penerus bangsa harus berupaya untuk dapat memanfaatkan sumber daya yang ada tersebut untuk kesejahteraan bangsa. Keterbatasan ilmu untuk mengolah sumberdaya alam tersebut memang menjadi kendala bagi kita untukmelakukan eksplorasi terhadap kekayaan alam yang kita miliki tersebut. Sehingga kita merasa perlu untuk mempelajari cara atau metode untuk mengungkap suatu informasi yang terdapat di dalam perut bumi. Salah satu cara atau metode untuk memperoleh informasi tersebut adalah dengan menggunakan metode survei geofisika. Survei geofisika yang sering dilakukan selama ini antara lain
1.  Metode Geolistrik
2.  Metode Seismik
3.  Metode GPR
4.  Metode Gravity
5.  Metode Magnetik


1. Metode Geolistrik (metode resistivity/tahanan jenis)
Metoda ini menggunakan medan potensial listrik bawah permukaan sebagai objek pengamatan utamanya. Kontras resistivity yang ada pada batuan akan mengubah potensial listrik bawah permukaan tersebut sehingga bisa kita dapatkan suatu bentuk anomali dari daerah yang kita amati.
Dalam metoda geolistrik terdapat beberapa spesifikasi  yaitu :
a. Self potensial (SP) –> Metode ini memanfaatkan potensial listrik yang terdapat di alam.
b. Induced potential (IP) –> Metode ini memanfaatkan potensial listrik yang kita induksikan sendiri kedalam tanah.
Teori utama dalam metoda resistivity sesuai dengan hokum Ohm yaitu arus yang mengalir (I) pada suatu medium sebanding dengan voltage (V) yang terukur dan berbanding terbalik dengan resistansi (R) médium, atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
V = I.R
Dimana R (Resistansi) sebanding dengan panjang medium yang dialiri (x), dan berbanding terbalik dengan luas bidang (A), yang sesuai dengan rumus :
R = x/A
Untuk mendapatkan pengukuran resistivity yang menghasilkan harga resistivitas semu ρapp (apparent resistivity) dirumuskan oleh :
ρ app = K array . V / I
Dalam pelaksanaan survey dikenal beberapa metoda pengambilan data sesuai dengan peletakan eloktroda yang dilakukan. Hal ini berpengaruh terhadap faktor geometri peneletian resistivity yang kita lakukan. Adapun aturan/metoda tersebut antara lain :
  1. Metoda Wenner
  2. Metoda Gradien
  3. Metoda Schlumberger
  4. Metoda Dipole-dipole
  5. Metoda Pole-dipole

Teknik akusisi data resistivity :
- Peralatan yang dibutuhkan :
1. Sepasang elektroda arus dan elektroda potensial
2. Accu (biasanya 12 v, 1 A)
3. Peralatan elektronik pengukuran (spt: Mc-Ohm, Phoenix Technology, Abem Terrameter dll)
- Tennik Pengukuran :
1. Sounding : untuk informasi bawah permukaan secara vertikal (model bumi berlapis)
2. Profilling : untuk informasi bawah permukaan secara mendatar (variasi lateral)
3. Offset Sounding : untuk informasi bawah permukaan profil sounding yang kontinyu secara lateral
- Tahapan akusisi :
1. Tentukan konfigurasi elektroda yang ingin dipakai
2. Pasang elektroda sesuai dengan konfigurasi yang dipilih
3. Ukur besar resistivity semunya
4. Catat hal-hal penting : posisi dan elevasi elektroda, arus dan potensial yang digunakan tiap pengukuran, resistivity semu yang didapat di alat, kondisi geologi dilapangan secara umum
5. Plot pada kurva bi-log antara jarak AB/2 vs resistivity semu yang didapat

Setiap metode mempunyai Keunggulan dan Kekurangan , keunggulan dan kekurangan metode geolistrik adalah sebagai berikut
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Metode Geolistrik dengan Metode Geofisika lainya 
Kelebihan
                      Kekurangan      
Harga peralatan murah
Tidak efektif untuk pemakaian di kawasan karst
Biaya survei relatif murah
Untuk mendeteksi air tidak bisa diketahui berapa jumlah volume pasti air tersebut
Peralatan relatif kecil dan ringan
Tidak bisa membedakan air mengalir dan yang statis
Waktu yang dibutuhkan relatif cepat, bisa mendapatkan 4 titik dalam sehari
Tidak bisa menjangkau wilayah yang dalam karena jankauannya berkisar 1000-1500 kaki dibawah permukaan bum



2. Metode Seismik
Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan,dll). Setelah usikan diberikan, terjadi gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian, pada suatu jarak tertentu, gerakan partikel tersebut di rekam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat ‘diperkirakan’ bentuk lapisan/struktur di dalam tanah.
Eksperimen seismik aktif pertama kali dilakukan padatahun 1845 oleh Robert Mallet, yang oleh kebanyakan orang dikenal sebagai bapak seismologi instrumentasi. Mallet mengukur waktu transmisi gelombang seismik,yang dikenal sebagai gelombang permukaan, yang dibangkitkan oleh sebuah ledakan. Mallet meletakkan sebuah wadah kecil berisi merkuri pada beberapa jarak dari sumber ledakan dan mencatat waktu yang diperlukan oleh merkuri untuk be-riak. Pada tahun 1909, Andrija Mohorovicic menggunakan waktu jalar dari sumber gempa bumi untuk eksperimennya dan menemukan keberadaan bidang batas antara mantel dan kerak bumi yang sekarang disebut sebagai Moho.
Hukum Fisika Gelombang Seismik
Gelombang seismik mempunyai kelakuan yang sama dengan kelakuan gelombang cahaya, sehingga hukum-hukum yang berlaku untuk gelombang cahaya berlaku juga untuk gelombang seismik. Hukum-hukum tersebut antara lain:
  1. Huygens mengatakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber gelombang ke segala arah dengan bentuk bola.
  2. Hukum snellius menyatakan bahwa bila suatu gelombang jatuh diatas bidang batas dua medium yang mempunyai perbedaan densitas, maka gelombang tersebut akan dibiaskan jika sudut datang gelombang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya. Gelombang akan dipantulkan jika sudut datangnya lebih besar dari sudut kritisnya. Gelombang datang, gelombang bias, gelombang pantul terletak pada suatu bidang datar.
Di dalam eksplorasi seismik dikenal 2 macam metode, yaitu:
A. Metode seismik bias (refraksi)
Seismik refraksi dihitung berdasarkan waktu jalar gelombang pada tanah/batuan dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang yang terjadi setelah gangguan pertama (first break) diabaikan,sehingga sebenarnya hanya data first break saja yang dibutuhkan. Parameter jarak (offset) dan waktu jalar dihubungkan oleh cepat rambat gelombang dalam medium. Kecepatan tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada di dalam material dan dikenal sebagaiparameter elastisitas batuan.
B. Metode seismik pantul (refleksi)
Sedangkan dalam seismik refleksi, analisis dikonsentrasikan pada energi yang diterima setelah getaran awal diterapkan. Secara umum, sinyal yang dicari adalah gelombang-gelombang yang terpantulkan dari semua interface antar lapisan di bawah permukaan. Analisis yang dipergunakan dapat disamakan dengan ‘echo sounding’ pada teknologi bawah air, kapal, dan sistem radar. Informasi tentang medium juga dapat diekstrak dari bentuk dan amplitudo gelombang refleksi yang direkam.Struktur bawah permukaan dapat cukup kompleks, tetapi analisis yang dilakukan masih sama dengan seismik refraksi, yaitu analisis berdasar kontras parameter elastisitas medium.
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Metode Seismik dengan Metode Geofisika lainya
Kelebihan
                      Kekurangan      
Dapat mendeteksi variasi baik lateral maupun kedalaman dalam parameter fisis yang relevan, yaitu kecepatan seismik.
Banyaknya data yang dikumpulkan dalam sebuah survei akan sangat besar jika diinginkan data yang baik
Dapat menghasilkan citra kenampakan struktur di bawah permukaan
Perolehan data sangat mahal baik akuisisi dan logistik dibandingkan dengan metode geofisika lainnya.
Dapat dipergunakan untuk membatasi kenampakan stratigrafi dan beberapa kenampakan pengendapan.
Reduksi dan prosesing membutuhkan banyak waktu, membutuhkan komputer mahal dan ahli-ahli yang banyak.
Respon pada penjalaran gelombang seismik bergantung dari densitas batuan dan konstanta elastisitas lainnya. Sehingga, setiap perubahan konstanta tersebut (porositas, permeabilitas, kompaksi, dll) pada prinsipnya dapat diketahui dari metode seismik.
Peralatan yang diperlukan dalam akuisisi umumnya lebih mahal dari metode geofisika lainnya.
Memungkinkan untuk deteksi langsung terhadap keberadaan hidrokarbon
Deteksi langsung terhadap kontaminan, misalnya pembuangan limbah, tidak dapat dilakukan.
Perbandingan Seismik Refraksi – Seismik Refleksi
Metode Seismik Refraksi (Bias)
Metode Seismik Refleksi (Pantul)
                      Keunggulan
Kelemahan
Pengamatan refraksi membutuhkan lokasi sumber dan penerima yang kecil, sehingga relatif murah dalam pengambilan datanya
Karena lokasi sumber dan penerima yang cukup lebar untuk memberikan citra bawah permukaan yang lebih baik, maka biaya akuisisi menjadi lebih mahal.
Prosesing refraksi relatif simpel dilakukan kecuali proses filtering untuk memperkuat sinyal first berak yang dibaca.
Prosesing seismik refleksi memerluakn komputer yang lebih mahal, dan sistem data base yang jauh lebih handal.
Karena pengambilan data dan lokasi yang cukup kecil, maka pengembangan model untuk interpretasi tidak terlalu sulit dilakukan seperti metode geofisika lainnya
Karena banyaknya data yang direkam, pengetahuan terhadap database harus kuat, diperlukan juga beberapa asumsi tentang model yang kompleks dan interpretasi membutuhkan personal yang cukup ahli.
Kelemahan
Keunggulan
Dalam pengukuran yang regional , Seismik refraksi membutuhkan offset yang lebih lebar.
Pengukuran seismik pantul menggunakan offset yang lebih kecil
Seismik bias hanya bekerja jika kecepatan gelombang meningkat sebagai fungsi kedalaman.
Seismik pantul dapat bekerja bagaimanapun perubahan kecepatan sebagai fungsi kedalaman

Seismik bias biasanya diinterpretasikan dalam bentuk lapisan-lapisan. Masing-masing lapisan memiliki dip dan topografi
Seismik pantul lebih mampu melihat struktur yang lebih kompleks
Seismik bias hanya menggunakan waktu tiba sebagai fungsi jarak (offset)
Seismik pantul merekan dan menggunakan semua medan gelombang yang terekam.
Model yang dibuat didesain untuk menghasilkan waktu jalar teramati.
Bawah permukaan dapat tergambar secara langsung dari data terukur

3. Metode GPR (Ground Penetrating Radar)
Metode ground penetrating radar atau georadar merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari kondisi bawah permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi antara 1-1000 MHz. Georadar menggunakan gelombang elektromagnet dan memanfaatkan sifat radiasinya yang memperlihatkan refleksi seperti pada metode seismik refleksi.
Pengukuran dengan menggunakan GPR ini merupakan metode yang tepat untuk mendeteksi benda benda kecil yang berada di dekat permukaan bumi (0,1-3 meter) dengan resolusi yang tinggi yang artinya konstanta dielektriknya menjadi rendah.
Ada tiga jenis pengukuran yaitu refleksi, velocity sounding, dan transiluminasi. Pengukuran refleksi biasa disebut Continuous Reflection Profiling (CRP). Pengukuran velocity Sounding disebut Common Mid Point (CMP) untuk mementukan kecepatan versus kedalaman, dan transiluminasi disebut juga GPR Tomografi.
Teori Dasar
GPR terdiri dari sebuah pembangkit sinyal, antena transmitter dan receiver sebagai pendeteksi gelombang EM yang dipantulkan. Signal radar ditransmisikan sebagai pulsa-pulsa yang tidak terabsorbsi oleh bumi tetapi dipantulkan dalam domain waktu tertentu. Mode konfigurasi antena transmitter dan receiver pada GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila transmitter dan receiver digabung dalam satu antena. sedangkan moded bistatik bila kedua antena memiliki jarak pemisah.
Transmitter membangkitkan pulsa gelombang EM pada frekuensi tertentu sesuai dengan karaketristik antena tersebut (10 MHz – 4 GHz). Receiver diset untuk melakukan scan yang secara normal mancapi 32-512 scan per detik. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor (real-time) sebagai fungsi waktu two-way traveltime, yaitu waktu yang dibutuhkan gelombang EM menjalar dari transmitter, target dan  ke receiver. Tampilan ini disebut radargram.
Fenomena elektromagnetik dapat dijelaskan dengan persamaan Maxwell. Persamaan ini terdiri dari 4 persamaan medan dan untuk tiap-tiap persamaan merupakan hubungan antara medan dengan distribusi sumber yang bersangkutan.
Persamaan yang menghubungkan sifat fisik medium dengan medan yang timbul pada medium tersebut dapat dinyatakan dengan :

Keterangan :
H = intensitas medan magnet (ampere/m)
D = perpindahan listrik (coulomb/m2)
? = permitivitas listrik (farad/m)
σ = konduktivitas (1/ohm-m)
Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropi). Maka persamaan Maxwell dapat ditulis sebagai berikut :
Persamaan Maxwel ini adalah landasan berpikir dari perambatan gelombang elektromagnet. Pada material dielektrik murni suseptibilitas magnetik (μ) dan permitivitas listrik (?) adalah konstan dan tidak terdapat atenuasi dalam perambatan gelombang. Tidak sama halnya jika berhadapan dengan material dielektrik yang ada.
Sifat-sifat dari material bumi bergantung dari komposisi dan kandungan air material tersebut. Keduanya ini mempengaruhi cepat rambat perambatan gelombang dan atenuasi gelombang elektromagnet.
Keberhasilan dari metoda GPR bergantung pada variasi bawah permukaan yang dapat menyebabkan gelombang tertransmisikan. Perbandingan energi yang direfleksikan disebut koefisien refleksi (R) yang ditentukan oleh perbedaan cepat rambat gelombang elektromagnet dan lebih mendasar lagi adalah perbedaan dari konstanta dielektrik relatif dari media yang berdekatan. Hal ini dapat terlihat pada persamaan berikut :
Keterangan :
V1 = cepat rambat geombang elektromagnet pada lapisan 1
V2 = cepat rambat geombang elektromagnet pada lapisan 2 , dan V1 < V2
?1 dan ?2 = konstanta dielektrik relatif lapisan 1 dan lapisan 2
Dalam semua kasus, besarnya R terletak antara -1 dan 1. bagian dari energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R. Persamaan diatas daplikasikan untuk keadaan normal pada permukaan bidang datar. Dengan asumsi tidak ada sinyal yang hilang sehubungan dengan amplitudo sinyal.
Jejak yang terdapat pada rekaman georadar merupakan konvolusi dari koefisien refleksi dan impulse georadar ditunjukkan oleh persamaan :

Keterangan :
r(t)  = koefisien refleksi
A(t) = amplitudo rekaman georadar
F(t) = impulse radar
n(t) = noise radar
Besar amplitudo rekaman georadar r(t) akan tampak pada penampang rekaman georadar berupa variasi warna. Refleksi atau transmisi di sekitar batas lapisan menyebabkan energi hilang. Jika kemudian ditemukan benda yang memiliki dimensi yang sama dengan panjang gelombang dari sinyal gelombang elektromagnet maka benda ini menyebabkan penyebaran energi secara acak. Absorbsi ( mengubah energi elektromagnet menjadi energi panas ) dapat menyebabkan energi hilang. Penyebab yang paling utama hilangnya energi karena atenuasi fungsi kompleks dari sifat lstrik dan dielektrika media yang dilalui sinyal radar. Atenuasi (α) tergantung dari konduktifitas (σ), peermeabilitas magnetik (μ), dan permitivity (?) dari media yang dilalui oleh sinyal dan frekuensi dari sinyal itu sendir (2πf). Sifat bulk dari material ditentukan oleh sifat fisik dari unsur pokok yang ada dan komposisinya.
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Metode GPR dengan Metode Geofisika lainya 
Kelebihan
                      Kekurangan      
Biaya operasional lebih murah
tidak bisa melakukan penetrasi / deteksi sedalam gelombang bunyi.
resolusi yang sangat tinggi karena menggunakan frekuensi tinggi (broadband atau wideband)
Kemampuan radar hanya puluhan meter (kurang lebi 100 meter)
Pengoperasian yang cukup mudah
Antena GPR umum hanya untuk durasi pulsa tertentu
merupakan metoda non destructive sehingga aman digunakan.


4. Metode Gravity
Metode Gravity adalah salah satu metode eksplorasi dalam geofisika, yang memenfaatkan sifat daya tarik antar benda yang didapat dari densitasnya, jadi prinsip eksplorasi dengan metode gravity ini yaitu mencari anomali gravity pada subsurface.
Adapun tahapan dari metode ini yaitu :
1. Pengambilan data dari lapangan
Pengambilan data dilapangan dapat menggunakan alat gravimeter, (contoh kasus : LaCoste & Romberg Model G-525). pada alat ini terdapat 3 komponen besar (gravimeter, dudukan cembung dan power supply -accu-),
Tahapan menggunakan alat ini yaitu dudukan cembung di posisikan pada titik pengukuran, taruh gravimeter diatasnya, sentring kestabilan alat terhadap permukaan, buka kunci bandul, baca perhitungan alat, catat datanya, tutup kunci bandul dan selesai.
5. Metode Magnetik
Survey magnetik merupakan metoda eksplorasi geofisika yang mengukur medan magnet bumi di setiap titik yang ada di muka bumi. Penggunaan metode magnetik berdasarkan pada adanya anomali medan magnetik bumi yang diakibatkan oleh adanya perbedaan sifat kemagnetan dari berbagai macam batuan. Dalam kegiatan eksplorasi, survei magnetik dapat dilakukan di darat, laut maupun udara.

Source : HRD
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

27.12.13

Rekaman Bencana Alam Tsunami 1000-an Tahun Yang Lalu di Aceh


 Duduk di atas kawasan yang aktif secara tektonik, menjadikan pulau Sumatra dan provinsi Aceh kerap dilanda bencana alam gempa bumi dan tsunami. Bencana alam tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi besar di bawah laut telah terjadi beberapa ratus bahkan ribuan tahun yang lalu di Sumatra dan Aceh. Apabila pembaca membaca artikel terdahulu tentang Bencana Alam Tsunami 2004 vs Tsunami 1907, pembaca langsung bisa mengambil kesimpulan bahwa tsunami Aceh 2004 bukanlah tsunami yang pertama namun tsunami yang kesekian kalinya. Sebagai seorang Geofisika/Geologi, saya percaya bahwa “the present is the key to the past” yang artinya bahwa yang ada dibumi sekarang ini adalah kunci untuk mempelajari masa lalu.

Endapan Tsunami

endapan tsunami simeulue
Endapan tsunami 1861 di Inor Pulau Simeulue
Lapisan lanau berpasir berwarna biru-abu2
Endapan tsunami 1861
Endapan tsunami 2004
(Sumber: Katherine Frances Whitlow, 2008)
Berangkat dari kalimat “the present is the key to the past” banyak peneliti Geologi/Geofisika mempelajari lapisan tanah untuk mendapatkan sejarah masa lalu termasuk sejarah tsunami. Endapan-endapan tanah/pasir ini mengikuti prinsip superposisi hukum Steno dimana lapisan atas adalah lapisan paling muda dan paling bawah adalah lapisan paling tua. Setelah bencana alam tsunami Aceh 2004, banyak sekali peneliti berdatangan ke Aceh untuk meneliti endapan tsunami ini. Salah satu hasil penelitian endapan tsunami yang pernah dilakukan di Pulau Simeulue pernah saya tulis dalam artikel yang berjudul “Paleo Tsunami di Simeulue (Aceh)“. Penelitian tersebut dilakukan oleh seorang mahasiswi Geologi Katherine Frances Whitlow (Central Washington University) bersama Dr. Shigehiro FUJINO (Active Fault and Earthquake Research Center Geological Survey of Japan, AIST) dan Eko Yulianto (Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia).
Gambar di samping kiri merupakan endapan tsunami masa lalu yang ada di bawah tanah pulau Simeulue. Setelah para peneliti itu menggali sebuah kawasan di Inor Simeulue, pada kedalaman beberapa cm di bawah tanah mereka menemukan lapisan tsunami masa lalu. Untuk mengetahui tahun kejadian tsunami tersebut, mereka harus melakukan dating (pentarikhan), dan ternyata hasil dating menunjukkan bahwa endapan nomor 2 merupakan endapan kejadian bencana alam tsunami tahun 1861. Sebelum melakukan dating mereka harus memastikan dulu bahwa endapan tersebut betul-betul endapan tsunami masa lalu, cara membedakan antara endapan badai dengan endapan tsunami bisa baca artikel “Bedakan Endapan Tsunami Dgn Endapan Badai“.

Endapan Tsunami 1000-an Tahun

Penelitian lanjutan tentang tsunami masa lalu dilakukan di Aceh daratan atau pulau Sumatra. Penelitian ini dilakukan oleh Katrin Monecke dan kawan-kawannya (2 orang dari Indonesia)  di Kab. Aceh Barat Provinsi Aceh. Apabila pada penelitian sebelumnya di pulau Simeulue cuma ditemukan lapisan tsunami seratusan tahun yang lalu, pada penelitian di Aceh Barat ini ditemukan lapisan kejadian bencana alam tsunami sampai ribuan tahun yang lalu yang menerjang Kab. Aceh Barat dan kawasan sekitarnya.
tsunami aceh
Kawasan penelitian Tsunami Purba di Kab. Aceh Barat (Sumber: Katrin Monecke et al, 2008)
Pada gambar di atas (kiri) ditunjukkan peta kejadian bencana alam gempa bumi masa lalu yang berpotensi tsunami dan yang sebelah kanan menunjukkan kawasan penelitian endapan tsunami masa lalu. Katrin Monecke dan kawan-kawan memilih kawasan Aceh Barat karena di salah satu tempat di Aceh Barat ada pantai yang tumbuh atau berkembang. Ciri khas pantai yang tumbuh atau berkembang ini adalah bentuk marfologi pantainya yang terdiri dari Ridge (punggungan) dan Swale atau cekungan. Pada peta kiri yang di atas, jelas terlihat pinggir pantai yang terdiri dari beach ridges (punggungan) yang cekunganya berupa swale (pada peta warna putih). Endapan kejadian tsunami masa lalu kemungkinan besar akan terendapkan di cekungan atau swale ini.
endapan tsunami aceh
Hasil kolerasi antara beberapa titik coring dan adanya lapisan endapan tsunami masa lalu yang berumur 1000-an tahun yang lalu (Katrin Monecke, et al, 2008)
Mereka membuat coring menggunakan Hand Auger untuk mendapatkan perlapisan bawah permukaan di sekitar kawasan swale dan tentu saja yang diambil adalah swale yang jauh dari bibir pantai untuk memastikan bahwa endapan yang diambil adalah endapan tsunami masa lalu dan bukannya endapan badai masa lalu.
Berdasarkan hasil penelitian mereka, di sekitar Aceh Barat ditemukan lapisan kejadian bencana alam tsunami sekitar tahun 1290–1400 M dan tahun 780–990 M. Kedua endapan tsunami didapatkan jauh dari bibir pantai sehingga dimungkinkan bahwa kedua bencana alam tsunami masa lalu tersebut sangat kuat atau Mega-Tsunami seperti 2004.
Dari hasil penelitian tersebut kita dapat merunut kejadian Mega-Tsunami masa lalu yang menerpa Provinsi Aceh dan kawasan sekitarnya; Tsunami 780–990 M, Tsunami 1290–1400 M dan Tsunami 2004. Ketiga bencana alam Mega-Tsunami tersebut mempunyai sirklus perulangan sekitar 400 dan 600 tahunan.
Hasil penelitian endapan tsunami masa lalu yang dilakukan oleh Katrin Monecke dan kawan-kawannya dipublikasi pada Jurnal Nature Volume 455 tanggal 30 October 2008 dengan judul “A 1,000-year sediment record of tsunami recurrence in northern Sumatra“, klik judul untuk mendownload paper tersebut.


Source : Ir.
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Magma : Pembentukan dan Evolusi



Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mudah begerak (mobile), bersama antara 90o -110o C dan berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas. (F.F. Grounts, 1947: Turner & Verhogen, 1960: H. Williams, 1962)
Berdasarkan pengertian tentang magma di atas, dapat ditafsirkan bahwa secara kimia fisika, magma adalah system berkomponen ganda (multi component system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengandung didalamnya sebagai komponen utama, disamping fase gas pada keaadaan tertentu.
Bunsen (1951) berpendapat bahwa ada 2 jenis magma primer, yaitu Basaltis dan Granitis, dan batuan beku adalah merupakan hasil campuran dari 2 magma ini yang kemudian mempunyai komponen lain.
Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses differensiasi menjadi magma bersifat lain. Magma basa bersifat encer (viskositas rendah), kandungan unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas tinggi, sedangkan magma asam sebaliknya.

1. Proses Pembentukan Magma
Para ahli geologi dan vulkanologi bahwa panas bumi berasal dari proses “pembusukan” mineral radioaktif. Pada unsur radioaktif yang terkandung pada suatu mineral, pada saat unsur tersebut meluruh (desintegration) menjadi unsur radioaktif yang susunannya lebih stabil, akan mengeluarkan sejumlah bahan (tenaga) panas yang mampu melelehkan batuan disekitarnya.

Secara teoritik, zat radioaktif akan semakin berkurang, pada kedalaman yang semakin besar. Dari pemahaman seperti ini pula maka lahir beberapa istilah yang berhubungan dengan suhu dan kedalaman. Landaian panas bumi normal (geothermal gardien) adalah istilah yang menerangkan bertambah besarnya suhu apabila kita susun hingga kedalaman tertentu, yakni sekitar 3oC/100 m. Sedangkan besarnya derajat geothermal normal (geothermal degree) adalah 1o C/33 m – 1o C/45 m. Variasi derajat geothermal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; kondisi batuan, proses hidrokimia batuan, kerja air tanah, kerja air permukaan dan konsentrasi mineral radioaktif. Secara teoritis semakin kearah inti bumi, derajat geothermal akan mencapai 193.600o C sehingga unsur-unsur di dalam selubung dan inti bumi berada dalam keaadaan cair.
       
Syarat-syarat yang dibutuhkakan bagi suatu proses pembentukan magma (Ringwood, 1975) adalah:
a. Bahan kerak dimana lelehan bahan kerak (magma anateknik) apabila sempurna akan membentuk magma sintaksis, jika prosesnya tidak sempurna akan membentuk neoformis saja.
b. Bahan selubung dimana dalam laporan ini terdapat basalt peridotit dengan perbandingan 1 : 3.
Pembentukan magma, sebetulnya adalah sebuah rangakaian proses yang rumit meliputi proses pemisahan (differentation), pencampuran (assimilation) anateksis (peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar). Sementara, komposisi magma ditentukan oleh komposisi bahan yang meleleh, derajat fraksinasi dan jumlah pengotoran dalam magma oleh batuan samping (parent rock).

  • Diferensiasi Magma yaitu proses dimana magma yang homogen terpisah dalam fraksi-fraksi komposisi yang berbeda-beda.
  • Asimilasi; evolusi magma juga dipengaruhi oleh batuan sekitarnya (wall-rock). Magma dalam temperatur tinggi, sewaktu kristal-kristal mulai terbentuk maka panas ini akan menjalar dan melarutkan batuan-batuan sekitarnya. Sehingga mempengaruhi komposisi magma tersebut. Hal ini sering terjadi terutama pada magma plutonik.
  • Proses Pencampuran Magma; dua batuan yang berbeda, terutama batuan vulkanik dan batuan intrusi dangkal dapat juga dihasilkan oleh campuran dari sebagian kristalisasi magma.

Rittmann (1967) berpendapat bahwa ada 2 kerabat suite magma yaitu kerabat simatik (simatic suite) dan kerabat sialik (sialic suite). Berasal samudera adalah hasil I ”juvenil” yang berasal dari primary magma shell.

Nieuwenkamps (1968) mengatakan bahwa pada tahapan kedua perkembangan bumi, bahan selubung atas dan kerak telah mengalami suatu kesetimbangan geokimia yang dinamik, sehingga berasal samudera yang telah terpisah dari selubung atas bumi bukan merupakan bahan juvenil dari bakal bumi (proto earth), tapi berasal dari lapisan sima. Demikian pula dengan dataran tinggi (plateau basalt), sedangkan pluton granitic dan kerabat kapur alkali (calc alkali suite) berasal dari bahan kerak sialek. Teori ini dikenal dengan Neohuttoniansism Theory.

Geongeaud & Lettok (1960) mengatakan bahwa magma benua umumnya bersifat bebas (independent), sedangkan magma basaltic berasal dari selubung atas bumi. Magma asam atau magma Riolitik diduga berasal dari kerak Sialik.

2. Evolusi Magma
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut:
a. Hibridisasi = pembentukan magma baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis.
b. Sintesis = pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan gamping.
c. Anateksis = proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar.

Sehingga dari akibat-akibat proses tersebut magma selanjutnya mengalami perubahan daya kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi.

Gambar Skematik proses differensiasi magma pada fase magmatik cair

Proses-proses differensiasi magma (keterangan untuk Gambar 7) meliputi:
1. Vesiculation, Magma yang mengandung unsur-unsur volatile seperti air (H2O), Karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2), Sulfur (S) dan Klorin (Cl). Pada saat magma naik kepermukaan bumi, unsur-unsur ini membentuk gelombang gas, seperti buih pada air soda. Gelombang (buih) cenderung naik dan membawa serta unsur-unsur yang lebih volatile seperti Sodium dan Potasium.
2. Diffusion, Pada proses ini terjadi pertukaran material dari magma dengan material dari batuan yang mengelilingi reservoir magma, dengan proses yang sangat lambat. Proses diffusi tidak seselektif proses-proses mekanisme differensiasi magma yang lain. Walaupun demikian, proses diffusi dapat menjadi sama efektifnya, jika magma diaduk oleh suatu pencaran (convection) dan disirkulasi dekat dinding dimana magma dapat kehilangan beberapa unsurnya dan mendapatkan unsur yang lain dari dinding reservoar.
3. Flotation, Kristal-kristal ringan yang mengandung Sodium dan Potasium cenderung untuk memperkaya magma yang terletak pada bagian atas reservoar dengan unsur-unsur Sodium dan Potasium.
4. Gravitational Settling, Mineral-mineral berat yang mengandung Kalsium, Magnesium dan Besi, cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak disebelah bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses ini mungkin menghasilkan kristal badan bijih dalam bentuk perlapisan. Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-mineral silikat dan lapisan diatasnya diperkaya dengan mineral-mineral Silikat yang lebih ringan.
5. Assimilation of Wall Rock, Selama emplacement magma, batu yang jatuh dari dinding reservoir akan bergabung dengan magma. Batuan ini bereaksi dengan magma atau secara sempurna terlarut dalam magma, sehingga merubah komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan Sodium, Potasium dan Silikon, magma akan berubah menjadu komposisi granitik. Jika batuan dinding kaya akan Kalsium, Magnesium dan Besi, magma akan berubah menjadi berkomposisi Gabroik.
6. Thick Horizontal Sill, Secara umum bentuk ini memperlihatkan proses differensiasi magmatik asli yang membeku karena kontak dengan dinding reservoir. Jika bagian sebelah dalam memebeku, terjadi Crystal Settling dan menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih berat terletak pada lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan.
7. Fragsinasi, Proses pemisahan Kristal-kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau Kristal-kristal mengubah perkembang. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba.
8. Liquid Immisbility, Ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membelah membentuk bahan yang heterogen.
 
Source : AlphaZero
Editor : Ahmad Zaman Huri 
Continue lendo

Bencana Alam Tsunami Aceh 2004 VS Tsunami Aceh 1907

tsunami 1907Bencana alam tsunami Aceh yang terjadi pada tahun tanggal 26 desember 2004 atau 9 tahun yang lalu, bukanlah tsunami pertama yang melanda Aceh. Beberapa ratus tahun sebelumnya, Aceh pernah mengalami beberapa kali tsunami. Bencana alam Tsunami terakhir yang melanda Aceh adalah tsunami tahun 1907 di kepulauan Simeulue. Beberapa bulan yang lalu, saya pernah menulis artikel tentang Tsunami Purba di Pulau Simeulue dan Gempa Bumi Purba di Sumatra, namun dalam artikel tersebut saya tidak membanding antar tsunami dan gempa bumi yang pernah terjadi. Pada kesempatan ini, dan untuk mengenang 9 Tahun perginya para suhada (sahabat, kolega, sodara dan teman), saya ingin sedikit mengulas tentang perbandingan antara Bencana Alam Tsunami Aceh 2004 dengan Bencana Alam Tsunami Aceh 1907.

Kekuatan Gempa Bumi

Kekuatan gempa bumi yang menjadi sumber tsunami Aceh 2004 dgn 1907 sangat berbeda. Bencana alam tsunami Aceh 2004 disebabkan oleh gempa bumi bawah laut yang berkuatan 9,15 Mw di kedalaman 30 km di bawah laut. Tsunami Aceh 4 Januari 1907 juga disebabkan oleh gempa bumi bawah namun kekuatan gempanya sekitar 7,6 Mw pada kedalaman 20 Km (Hiro Kanamori, dkk, 2010). Hiro Kanamori dan kawan-kawan juga mengatakan bawah bencana alam tsunami Aceh 1907 yang terjadi pada episenter  2.48?N dan 96.11?E, memiliki kekuatan hampir sama dengan gempa bumi Sumatra tanggal 2 November 2002, 2 Februari 2008, 6 April 2010 dan 9 Mei 2010. Keempat gempa bumi tersebut memiliki magnitudo yang hampir sama dengan gempa bumi Aceh 1907.
gempa aceh 1907
Seismogram gempa 1907 dan gempa 2002 yang terekam pada Seismometer Omori komponen Timur-Barat di Stasiun pengamat Osaka-Jepang

Panjang Patahan Bawah Laut

tsunami 1907
Sumber Tsunami Aceh 1907, Tsunami 2004 dan Tsunami Nias 2005 (Sumber: H. Kanamori, L. Rivera and W.H.K. Lee, 2010)
Bencana alam tsunami Aceh 2004, merupakan tsunami dengan panjang rekahan terpanjang yang pernah tercatat dalam sejarah manusia. Seperti yang pernah saya tulis pada artikel “Penyebab Tsunami Aceh 2004“,  panjang rekahan bawah laut yang menjadi sumber gempa bumi dan memicu tsunami lebih kurang 1600 km. Hiro Kanamori dan kawan-kawan dalam papernya “Historical seismograms for unravelling a mysterious earthquake: The 1907 Sumatra Earthquake” yang dipublikasi dalam Geophysical Journal International tahun 2010, tidak menyebutkan panjang rekahan yang menjadi penyebab tsunami 1907. Namun mereka hanya mengatakan bawah ada kesamaan antara tsunami 1907 dengan tsunami Nias 2005 dan gempa bumi 2 November 2002. Panjang rekahan tsunami 1907 tidak bisa dipastikan karena keterbatasan alat pada tahun tersebut. Studi deformasi dari mikroatoll mungkin bisa dilakukan untuk memperkirakan panjang rekahan gempa dan tsunami 1907.
Berdasarkan kesamaan tersebut mungkin kita bisa simpulkan bahwa Panjang rekahan tsunami Nias 2005 dan tsunami 1907 masih kalah apabila dibanding dengan tsunami 2004 namun perlu kita ingat bahwa tsunami 1907 melanda 950 km sepanjang garis pantai barat pulau Sumatra (Hiro Kanamori, dkk, 2010).

Tinggi Gelombang/Kekuatan Tsunami

Untuk kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar, tsunami Aceh 2004 merupakan tsunami tertinggi dibandingkan dengan tsunami Aceh 1907. Namun untuk masyarakat kepulauan Simeulue Provinsi Aceh dan sekitarnya, tsunami Aceh 1907 lebih parah dibandingkan dengan tsunami 2004. Cerita Nenek Rukiyah dalam film dokumenter “Nyanyian 1907″  rasanya sudah cukup mengambarkan bagaimana dahsyatnya tsunami 1907 melanda kepulauan Simeulue. Bukti lain bahwa tsunami 1907 lebih kuat dibandingkan tsunami 2004 di Simeulue adalah adalah bongkahan koral yang terbawa oleh tsunami 1907 dan tsunami 2004. Kedua bongkahan koral ini memiliki ukuran yang sama, namun bongkahan koral yang terbawa oleh tsunami 1907/1861 terbawah lebih jauh dari bibir pantai dibandingkan dengan bongkahan yang terbawa oleh tsunami 2004.

Kesiapsiagaan

Dalam hal kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam tsunami Aceh 1907 dan tsunami aceh 2004, masyarakat Aceh pesisir (Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Barat daya, Aceh Singkil dll) sangat tidak siap menghadapi kedua tsunami tersebut. Pembelajaran tsunami Aceh 1907 terputus informasinya sehingga tidak sampai ke generasi selanjutnya. Ketika bencana alam tsunami Aceh 2004 terjadi, banyak masyarakat Aceh pesisir yang menjadi korban.
Bagi masyarakat pulau Simeulue, ketika tsunami 1907 terjadi, banyak dari mereka yang menjadi korban karena mereka belum tahu apa itu tsunami. Namun kejadian tsunami 1907 ini menjadi titik awal masyarakat pulau Simeulue meneruskan pengetahuan dan kesiapsiagaan sehingga keluar istilah SMONG untuk tsunami. SMONG ini diteruskan dari generasi ke generasi sehingga ketika tsunami Aceh 2004 terjadi, masyarakat pulau Simeulue sudah sangat siap dan kurang dari 10 orang yang menjadi korban di pulau tersebut.

Source : Ir.
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Proses Pembentukan Batubara (Ganesa Batubara)


The International Handbook of Coal Petrography (1963) menyebutkan bahwa batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi. 
Sedangkan Prijono (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) berpendapat bahwa batubara adalah bahan bakar hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-tumbuhan yang terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena pengaruh temperatur dan tekanan yang berlangsung sangat lama. Sedang menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa ”batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan tersebut telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama waktu pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam katagori bahan bakar fosil.
Batubara merupakan salah satu sumber energi fosil alternatif yang cadangannya cukup besar di dunia. Bagi Indonesia, yang sumber energi minyak buminya sudah semakin menipis, pengusahaan penggalian batubara sudah merupakan suatu keniscayaan. Hampir setiap pulau besar di Indonesia memiliki cadangan batubara, walau dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda.
Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation), yakni model formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi (teori drift). Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara tersebut.
1). Model Formasi Insitu
Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai), dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap tenggelam dan tertimbun.
Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas, pohon-pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
2) Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)
Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.
Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi pembentukan tersebut. Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus, terdiri dari sedikit lapisan, dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara yang terbentuk atau berasal dari transportasi material (berdasarkan teori drift) ini biasanya terjadi pada delta-delta kuno dengan ciri-ciri: lapisannya tipis, endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi. 
Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk dapat terjadinya batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan laut atau pada daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada lingkungan seperti itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang tumbang itu dapat mengalami penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi. Tanpa adanya penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi, maka proses perubahan dari kayu menjadi gambut dan seterusnya menjadi batubara tidak akan terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk dan berubah menjadi humus.
Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses penggambutan terjadi perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup, atau disebut dengan proses biokimia, sedangkan pada proses pembatubaraan prosesnya adalah bersifat geokimia.
Pada proses biokimia, sisa-sisa tumbuhan atau pohon-pohonan kuno yang tumbang itu terakumulasi dan tersimpan dalam lingkungan bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem drainase (drainage system) yang jelek, dimana material tersebut selalu terendam beberapa inchi di bawah muka air rawa. Pada proses ini material tumbuhan akan mengalami pembusukan, tetapi tidak terlapukan. Material yang terbusukkan akan melepaskan unsur-unsur hidrogen (H), Nitrogen (N), Oksigen (O), dan Karbon (C) dalam bentuk senyawa-senyawa: CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya bakteri-bakteri anaerobik serta fungi merubah material tadi menjadi gambut (peat). (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).
Sedangkan pada proses pembatubaraan (coalification), terjadi proses diagenesis dari komponen-komponen organik yang terdapat pada gambut. Peristiwa diagenesis ini menyebabkan naiknya temperatur dalam gambut itu. Dengan semakin tebalnya timbunan tanah yang terbawa air, yang menimbun material gambut tersebut, terjadi pula peningkatan tekanan. Kombinasi dari adanya proses biokimia, proses kimia, dan proses fisika, yakni berupa tekanan oleh material penutup gambut itu, dalam jangka waktu geologi yang panjang, gambut akan berubah menjadi batubara. Akibat dari proses ini terjadi peningkatan persentase kandungan Karbon (C), sedangkan kandungan Hidrogen (H) dan Oksigen (O) akan menjadi menurun, sehingga dihasilkan batubara dalam berbagai tingkat mutu (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).
Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
  1. Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);
  2. Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut juga batubara coklat (brown coal);
  3. Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
  4. Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
  5. Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga batubara itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
  6. Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi meta antrasit (meta anthrasite);
  7. Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur yang sangat mempengaruhi peringkat mutu batubaranya dan sebagai dasar pembagian klas penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:
  • Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada fisik batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa waktu melakukan penambangan.
  • Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah mutu batubara tersebut.
  • Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap (terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi akan menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter tidak memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang tertumpuk pada stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara lembab dan adanya unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan sebagainya.
  • Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga menyebabkan adanya gas beracun.
  • Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin rendahlah mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini berasal dari material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
  • Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada pada suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin baguslah kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu adalah karbon ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu dilakukan pembakaran batubara.
  • Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar. Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.

 Source : AlphaZero
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Continental Collision




Continenta collition adalah salah satu jenis pergerakan lempeng yang saling mendekat (konvergen). Bedanya dengan pergerakan lempeng konvergen yang lainnya, collision ini merupakan pergerakan lempeng yang saling mendekat antara dua lempeng benua yang berat jenisnya sama-sama besar sehingga tidak ada subduksi yang terjadi, melainkan keduanya sama - sama terangkat.

Suatu collision antarbenua akan didahului oleh subduction lempeng samudera di bawah satu benua. Samudera kemudian semakin menyempit oleh semakin mendekatnya kedua benua dan akhirnya tertutup ketika kedua benua berbenturan.

Contohnya adalah collision antara lempeng India dan lempeng Eurasia yang menghasilkan pegunungan Himalaya.
 
Source : Geosfer
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Download E-Book Geologi "Sedimentology and Stratigraphy , Second Edition"







Judul Buku  : Sedimentology and Stratigraphy , Second Edition
Pembuat      : Gary Nichols

This edition first published 2009, # 2009 by Gary Nichols
First published 1999
Blackwell Publishing was acquired by John Wiley & Sons in February 2007. Blackwell’s publishing program has been merged with Wiley’s global Scientific, Technical and Medical business to form Wiley-Blackwell.
Registered office
John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, UK
Editorial offices
9600 Garsington Road, Oxford, OX4 2DQ, UK
The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, UK
111 River Street, Hoboken, NJ 07030-5774, USA

Nichols, Gary.
Sedimentology and stratigraphy / Gary Nichols. – 2nd ed.
p. cm.
Includes bibliographical references and index.
ISBN 978-1-4051-3592-4 (pbk. : alk. paper) – ISBN 978-1-4051-9379-5 (hardcover : alk. paper) 1. Sedimentation and deposition. 2. Geology, Stratigraphic. I. Title.
QE571.N53 2009
551.3’03–dc22
2008042948
A catalogue record for this book is available from the British Library.
Set in 9/11pt Photina by SPi Publisher Services, Pondicherry, India
Printed and bound in the United Kingdom


Monggo di download bukunya, masih dalam bahasa jawa , hahaha
eos

noh link downloadnya di bawah :


DOWNLOAD



passwordnya : jabiger


jangan lupa follow blog ini yah mas brohhhhh ! :v


Source : Geosfer
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Download E-Book Geologi "Deformation Microstructures and Mechanisms in Minerals and Rocks"

Judul Buku : Deformation Microstructures and Mechanisms in Minerals and Rocks

Pembuat : 
Tom Blenkinsop
Department of Geology,
University of Zimbabwe, Harane Zimbabwe
KLUWER
buku ini menjelaskan mikrostruktur dan mekanismenya yang bisa kita lihat ada batuan secara petrografis.
yok di download ebook nya :)
passwordnya : jabiger
jangan lupa follow blog ini yo, :)


Source : Geosfer
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Download E-Book Geologi "Fundamentals of Reservoir Engineering"



Judul Buku  : Fundamentals of Reservoir Engineering
Pembuat      :
LP. DAKE
Senior Lecturer in Reservoir Engineering,
Shell Internationale Petroleum Maatschappij B. V.,
The Hague, The Netherlands
Buku "Fundamentals of Reservoir Engineering" ini didasarkan pada berbagai kuliah yang diberikan oleh penulis saat bekerja di Divisi Pelatihan Shell Petroleum Maatschappij BV Internationale (SIPM), di Den Haag, antara tahun 1974 dan 1977.
Tujuan utama dari buku ini adalah untuk menyajikan fisika dasar teknik reservoir, menggunakan cara sederhana dan paling langsung dari teknik matematika. ini membimbing para teknisi untuk dapat memecahkan maalah reservoir yang rumit dengan cara yang praktis.
yang mau download, monggo

DOWNLOAD
paswordnya : jabiger
jangan lupa follow blog ini yah :)
 
Source : Geosfer
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo

Download E-Book Geologi "FUNDAMENTALS OF GEOMORPHOLOGY, Second Edition"



Judul Buku : FUNDAMENTALS OF GEOMORPHOLOGY, Second Edition

Pembuat :
Richard John Huggett
Routledge Fundamentals of Physical
Geography
yang mau download, monggo :)

DOWNLOAD
 
Source : Geosfer
Editor : Ahmad Zaman Huri
Continue lendo
 

Geophy Palace Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates