27.12.13
Bencana Alam Tsunami Aceh 2004 VS Tsunami Aceh 1907
Bencana
alam tsunami Aceh yang terjadi pada tahun tanggal 26 desember 2004 atau
9 tahun yang lalu, bukanlah tsunami pertama yang melanda Aceh. Beberapa
ratus tahun sebelumnya, Aceh pernah mengalami beberapa kali tsunami.
Bencana alam Tsunami terakhir yang melanda Aceh adalah tsunami tahun
1907 di kepulauan Simeulue. Beberapa bulan yang lalu, saya pernah
menulis artikel tentang Tsunami Purba di Pulau Simeulue dan Gempa Bumi Purba di Sumatra,
namun dalam artikel tersebut saya tidak membanding antar tsunami dan
gempa bumi yang pernah terjadi. Pada kesempatan ini, dan untuk mengenang
9 Tahun perginya para suhada (sahabat, kolega, sodara dan teman), saya
ingin sedikit mengulas tentang perbandingan antara Bencana Alam Tsunami Aceh 2004 dengan Bencana Alam Tsunami Aceh 1907.
Kekuatan gempa bumi yang menjadi sumber
tsunami Aceh 2004 dgn 1907 sangat berbeda. Bencana alam tsunami Aceh
2004 disebabkan oleh gempa bumi bawah laut yang berkuatan 9,15 Mw di
kedalaman 30 km di bawah laut. Tsunami Aceh 4 Januari 1907 juga
disebabkan oleh gempa bumi bawah namun kekuatan gempanya sekitar 7,6 Mw
pada kedalaman 20 Km (Hiro Kanamori, dkk, 2010). Hiro Kanamori dan
kawan-kawan juga mengatakan bawah bencana alam tsunami Aceh 1907 yang
terjadi pada episenter 2.48?N dan 96.11?E, memiliki kekuatan hampir
sama dengan gempa bumi Sumatra tanggal 2 November 2002, 2 Februari 2008,
6 April 2010 dan 9 Mei 2010. Keempat gempa bumi tersebut memiliki
magnitudo yang hampir sama dengan gempa bumi Aceh 1907.
Bencana alam tsunami Aceh 2004,
merupakan tsunami dengan panjang rekahan terpanjang yang pernah
tercatat dalam sejarah manusia. Seperti yang pernah saya tulis pada
artikel “Penyebab Tsunami Aceh 2004“,
panjang rekahan bawah laut yang menjadi sumber gempa bumi dan memicu
tsunami lebih kurang 1600 km. Hiro Kanamori dan kawan-kawan dalam
papernya “Historical seismograms for unravelling a mysterious earthquake: The 1907 Sumatra Earthquake” yang dipublikasi dalam Geophysical Journal International
tahun 2010, tidak menyebutkan panjang rekahan yang menjadi penyebab
tsunami 1907. Namun mereka hanya mengatakan bawah ada kesamaan antara
tsunami 1907 dengan tsunami Nias 2005 dan gempa bumi 2 November 2002.
Panjang rekahan tsunami 1907 tidak bisa dipastikan karena keterbatasan
alat pada tahun tersebut. Studi deformasi dari mikroatoll mungkin bisa
dilakukan untuk memperkirakan panjang rekahan gempa dan tsunami 1907.
Berdasarkan kesamaan tersebut mungkin
kita bisa simpulkan bahwa Panjang rekahan tsunami Nias 2005 dan tsunami
1907 masih kalah apabila dibanding dengan tsunami 2004 namun perlu kita
ingat bahwa tsunami 1907 melanda 950 km sepanjang garis pantai barat
pulau Sumatra (Hiro Kanamori, dkk, 2010).
Untuk kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar,
tsunami Aceh 2004 merupakan tsunami tertinggi dibandingkan dengan
tsunami Aceh 1907. Namun untuk masyarakat kepulauan Simeulue Provinsi
Aceh dan sekitarnya, tsunami Aceh 1907 lebih parah dibandingkan dengan
tsunami 2004. Cerita Nenek Rukiyah dalam film dokumenter “Nyanyian
1907″ rasanya sudah cukup mengambarkan bagaimana dahsyatnya tsunami
1907 melanda kepulauan Simeulue. Bukti lain bahwa tsunami 1907 lebih
kuat dibandingkan tsunami 2004 di Simeulue adalah adalah bongkahan koral
yang terbawa oleh tsunami 1907 dan tsunami 2004. Kedua bongkahan koral
ini memiliki ukuran yang sama, namun bongkahan koral yang terbawa oleh
tsunami 1907/1861 terbawah lebih jauh dari bibir pantai dibandingkan
dengan bongkahan yang terbawa oleh tsunami 2004.
Dalam hal kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana alam tsunami Aceh 1907 dan tsunami aceh 2004, masyarakat Aceh
pesisir (Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan,
Aceh Barat daya, Aceh Singkil dll) sangat tidak siap menghadapi kedua
tsunami tersebut. Pembelajaran tsunami Aceh 1907 terputus informasinya
sehingga tidak sampai ke generasi selanjutnya. Ketika bencana alam
tsunami Aceh 2004 terjadi, banyak masyarakat Aceh pesisir yang menjadi
korban.
Bagi masyarakat pulau Simeulue, ketika
tsunami 1907 terjadi, banyak dari mereka yang menjadi korban karena
mereka belum tahu apa itu tsunami. Namun kejadian tsunami 1907 ini
menjadi titik awal masyarakat pulau Simeulue meneruskan pengetahuan dan
kesiapsiagaan sehingga keluar istilah SMONG untuk tsunami. SMONG ini
diteruskan dari generasi ke generasi sehingga ketika tsunami Aceh 2004
terjadi, masyarakat pulau Simeulue sudah sangat siap dan kurang dari 10
orang yang menjadi korban di pulau tersebut.