9.10.13

10 Kiat Menuju Kota Yang Tangguh Menghadapi Bencana

kota tangguh_icon 
Pada bulan April 2012, Lembaga PBB yang bergerak dalam pengurangan risiko bencana United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) mengeluarkan sebuah buku yang diperuntuhkan kepada setiap Walikota yang ada di seluruh dunia. Buku tersebut berjudul How to Make Cities More Resilient“, dan dibuat dalam rangka kampanye global pengurangan risiko bencana (PRB) dari tahun 2010 s/d 2015. Saat ini buku tersebut telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa dan salah satunya bahasa Indonesia. Dalam buku tersebut, UNISDR menjelaskan 10 kiat untuk menuju kota tangguh dalam menghadapi bencana. Ke-10 tersebut merupakan turunan dari 5 aksi yang terdapat dalam Kerangka Aksi Hyogo yang pernah saya jelaskan beberapa minggu yang lalu.
Berikut 10 kiat menuju kota tangguh dalam menghadapi bencana sesuai dengan buku tersebut.
  1. Menciptakan organisasi dan koordinasi untuk memahami dan mengurangi risiko bencana, berdasarkan partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dan masyarakat sipil. Membangun aliansi lokal. Memastikan bahwa semua bagian memahami perannya dalam pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan. Dalam pertama ini, setiap kelompok, stakeholder, dan pemangku kepentingan yang berada disuatu kota harus melakukan koordinasi dan membuat Protap sebelum, ketika dan sesudah terjadinya bencana.
  2. Menyiapkan Anggaran dalam upaya pengurangan risiko bencana dan penguatan kapasitas masyarakat, lembaga pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kesediaan anggaran memungkinkan terlaksananya kegiatan seperti penguatan kapasitas masyarakat, penguatan kapasitas pihak sekolah, percepatan proses recovery kawasan yang terkena bencana, percepatan rehab-rekon kawasan bencana dan beberapa kegiatan lainnya.
  3. Menjaga keterbaruan data bahaya/ancaman dan kerentanan dalam upaya pengkajian risiko bencana. Data pengkajian risiko tersebut harus digunakan sebagai pertimbangan utama dalam membuat kebijakan arah pembangunan dan pengambilan keputusan. Informasi bahaya/ancaman, kerentanan dan risiko suatu kawasan harus disebarkan untuk membuat publik tahu dan sadar akan ancaman yang ada di kota mereka. Salah satu contoh upaya pengkajian bahaya/ancaman mempengaruhi arah kebijakan pembangunan adalah pemetaan mikrozonasi untuk melihat tingkat goncangan tanah suatu kawasan ketika terjadi gempa.
  4. Melakukan investasi dalam upaya perlindungan, peningkatan dan ketangguhan infrastruktur. Dalam kiat ke-empat ini, pemerintah kota diharuskan untuk melakukan Investasi infrastruktur seperti membuat drainase yang bagus untuk menghindari banjir, membangun infrastruktur yang tahan gempa, dan melakukan perlindungan terhadap inftrastruktur vital yang ada di dalam kota.
  5. Melakukan perlindungan fasilitas Sekolah dan Rumah Sakit. Pelindungan fasilitas sekolah secara struktural bisa dilakukan dengan cara membuat bangunan sekolah dan rumah sakit yang tahan terhadap bencana seperti sekolah dan rumah sakit tahan gempa serta membuat petunjuk arah evakuasi apabila terjadi bencana. Namun demikian, perlindungan sekolah dan rumah sakit secara non-struktural seperti penguatan kapasitas guru dan murid serta penguatan kapasitas tenaga rumah sakit harus juga dilakukan untuk membentuk sekolah dan rumah sakit yang tangguh dan tetap dapat beroperasi dengan baik setelah bencana terjadi.
  6. Membangun regulasi dan perencanaan penggunaan lahan. Membuat peraturan seperti Building Code terhadap bangunan-bangunan dan melakukan pemetaan kawasan-kawasan yang memiliki tingkat risiko rendah untuk dijadikan kawasan pembangunan pada masa yang akan datang.
  7. Memastikan terlaksananya program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran publik. Dalam hal pendidikan, peintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam program pendidikan formal seperti adanya kurikulum khusus mengenal bencana untuk sekolah yang di kota tersebut. Pelatihan-pelatihan untuk penguatan kapasitas masyarakat kota perlu segera dilakukan. Pelatihan ini sama dengan program Siaga bencana di Mulai dari Desa yang pernah saya tulis sebelumnya.
  8. Melakukan perlindungan terhadap lingkungan dan ekosistem. Memberikan penyadaran kepada masyarakat akan dampak yang dihadapi apabila tidak melindungin lingkungan. Penyadaran untuk menjaga lingkungan untuk kawasan-kawasan tertentu bisa dilakukan dengan metode pendekatan secara religius. Pada tulisan Etika Lingkugan dalam Islam, sedikit banyak saya sudah menjelaskan bagaimana efektifnya memberikan pemahaman hukum-hukum lingkungan berdasarkan agama. Selain itu, program penanaman sejuta atau semilyar pohon perlu juga dilakukan untuk menjaga ekosistem di sekitar kota tersebut.
  9. Memasang peralatan peringatan dini dan penguatan kapasitas manajemen tanggap darurat. Dalam hal manajemen tanggap darurat, pelaksanaan drill atau simulasi secara berkala harus dilakukan sehingga masyarakat kota tersebut bisa melakukan respon yang efektif dalam setiap kejadian bencana. Penguatan koordinasi dan Table Top Simulation (TTS) antar dinas terkait dalam menghadapi masa-masa tanggap darurat juga harus dilakukan.
  10. Setelah bencana, pemulihan dan dan pembangunan kembali komunitas haruslah terkoordinir dengan baik. Pemulihan dan pembangunan kembali harus menjadi momen mengatur kembali tata ruang berbasis pengurangan risiko bencana dan harus melibatkan komunitas terdampak untuk memetakan kebutuhan.
Demikian ke-sepuluh kiat untuk menuju kota tangguh dalam menghadapi bencana. Pada tahun 2010-2011, Banda Aceh, Jakarta dan Makassar sudah mendaftarkan diri sebagai kota tangguh dalam menghadapi bencana. Kita tunggu kota-kota lain yang ada di Indonesia untuk menjadi kota tangguh.


Editor : Ahmad Zaman Huri
 

Geophy Palace Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates