MEKKAH--Thaif merupakan salah satu kota yang memiliki hawa sejuk, karena
berada di lembah pegunungan Asir dan penunungan Al Hada. Kota yang
terletak sekitar 67 kilometer atau 1 jam 45 menit dari Kota Mekkah
Al-Mukaramah ini terkenal dengan perkebunan delima, kurma, sayuran
lainnya, termasuk juga banyak tumbuh pohon Zaqqum, pohon berduri.
Hawa sejuk, layaknya seperti udara di Puncak Pas, Bogor, Jawa Barat
ini, bahkan lebih dingin dari itu, mulai terasa ketika MCH bersama
sejumlah wartawan yang tergabung dalam Media Center Haji PPIH Daerah
Kerja Mekah melakukan perjalanan ke Thaif, siang hari waktu Arab Saudi.
Diperkirakan suhu udara di kawasan ini 20 derajat Celsius, sehingga
membuat nyes di kulit.
Jalan menuju Thaif, khususnya ketika melewati Peggunungan Asir dan
Pegunungan Al Hada berkelok-kelok, panjang dan menanjak mengelilingi
pinggiran pegunungan hingga puncaknya. Puncak pegunungan yang berbeda
dengan Puncak, Bogor atau tempat lainnya di Indonesia. Pegunungan di
sini relatif tidak ada pepohonan, tandus, berbatu dan berpasir.
Namun, ketika memasuki kota Al Hada sebelum Thaif, sepanjang jalan
baru ditemukan sejumlah pepohonan dan perkebunan kurma. Beberapa rumah
tradisional juga berdiri di tengah perkebunan itu. Di sepanjang kawasan
ini juga dipenuhi sejumlah tempat wisata bagi penduduk Arab Saudi. Di
tempat ini juga terdapat kawasan yang dijadikan tempat ber-miqot atau
untuk berihram haji atau umrah, yaitu di Wadi Sair Kabir.
Kesejukan kota Thaif banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan dan
pariwisata di musim panas. Bahkan para raja dan kerabatnya banyak
membangun tempat peristirahatan di kawasan ini. Sehingga Thaif juga
mendapat julukan Qaryah Al Mulk atau Desa Para Raja. Di kota ini juga
sering diselenggarakan pertemuan dan perjanjian bilateral, regional dan
internasional.
►►►
Menurut informasi yang diperoleh para mukimin dan sejumlah
literatur, sebenarnya di kota ini sering diselenggarakan perlombaan
balap onta. Namun, menjelang musim dingin di antara bulan Oktober hingga
Januari, di kawasan ini juga di kawasan Al Safa, adalah musim Delima
dan Bunga Anggrek.
pohon zaqqum
Yang menarik, dalam perjalanan rombongan yang disupiri Hamdan Bakri atau
Syamsul Nawawi menunjukan sejumlah Pohon Zaqqum yang tumbuh di antara
perbukitan dari Thaif menuju Al Safa. Akhirnya, kami menghentikan
sejenak perjalanan, memperhatikan pohon yang ditumbuhi duri besar dan
tajam, serta tidak ketinggalan berfoto ria, sebelum bubar karena mobil
patroli polisi (`askar baladiyah) datang.
Maklum, rombongan was-was juga memasuki Kota Thaif, karena tidak
memiliki tasrih (surat izin) atau visa mengunjungi kota ini. Sebab
selama musim haji, jamaah tidak diperkenankan masuk ke wilayah itu,
karena hanya mengantungi visa haji, bukan wisata atau visa bekerja.
Namun, rombongan memberanikan masuk, dan memang tiga pos check point
yang dilewati tidak pernah menghentikan kendaraan MCH Daker Mekah ini.
Pohon Zaqqum, memang tidak ada di Indonesia atau negara lainnya. Ini
menarik, ditambah lagi di dalam Alquran Surah Al Waqi`ah ayat 52-56
tentang keberadaan pohon Zaqqum. Di dalam ayat itu disebutkan bahwa para
penghuni neraka kelak akan diberikan makanan dari pohon Zaqqum. Para
penghuni neraka akan diberi makanan yang luar biasa pahitnya.
►►►
Thaif dalam sejarah awal perjuangan Rasulullah Muhammad SAW memang
sangat pahit. Terhitung tiga tahun sebelum hijrah, Rasulullah SAW
melakukan perjalanan ke Thaif untuk berdakwah dan mengajak Kabilah
Tsaqif masuk Islam. Perjalanan ini dilakukan tidak lama setelah wafatnya
Siti Khadijah pada 619 Masehi dan wafatnya Abu Thalib, pelindung utama
yang juga paman Rasulullah SAW pada 620 Masehi.
Meninggalnya Abu Thalib dan Siti Khadijah ini yang disegani oleh
kaum musyrik Quraiys, membuat mereka semakin berani mengganggu
Rasulullah SAW. Oleh karena itu, jika warga Kota Thaif mau menerima
Islam, kota ini akan dijadikan tempat berlindung bagi warga Muslimin
dari kekejaman kaum musyrikin Mekah.
Untuk menghindari penganiayaan yang lebih berat secara diam-diam
dan dengan berjalan kaki, Rasulullah mencoba pergi ke Thaif untuk
meminta pertolongan dan perlindungan. Rasulullah tinggal di Thaif selama
10 hari untuk berdakwah dan meminta perlindungan. Namun, ternyata
penduduk Thaif melakukan penolakan dan memperlakukan Rasulullah dengan
kasar.
Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya
terluka. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah
membelanya dan melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena
lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik `Utbah
bin Rabi`ah.
Saat itu, Rasulullah SAW berdoa, “Ya, Allah kepada-Mu aku
mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku
berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih ladi Maha
Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah
pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang
jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan
menguasai diriku?”
“Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan,
karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku
berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan
mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak
Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh
tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”
Dari doa ini tentu semua begitu memahami betapa beratnya cobaan
Rasulullah SAW saat itu dalam menghadapi penganiayaan dengan penuh
ridha, iklas dan sabar, serta tidak pernah berputus asa. Seperti
sejumlah cerita yang diriwayatkan kembali ulama hadis terkenal, Imam
Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA (istri kedua Rasulullah SAW).
Ia (Aisyah) berkata, “Wahai Rasulullah SAW, pernahkah engkau mengalami
peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?” Jawab Nabi saw, “Aku
telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan
terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari `Aqabah di mana aku
datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi
tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu`ts-Tsa`alib. Lalu aku
angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku
seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan
jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga
gunung untuk engkau perintahkan sesukamu.”
Rasulullah SAW melanjutkan, “Kemudian Malaikat penjaga gunung
memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, `Wahai
Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu
terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah
mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka,
aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”
Jawab Rasulullah SAW, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah
berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah
Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.”
Subhanallah..!!
Editor : Ahmad Zaman Huri